Total Tayangan Halaman

Sabtu, 22 Oktober 2011

Konsep Good Governance

Istilah “Governance” menunjukkan suatu proses di mana rakyat bisa mengatur ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, bahwa kemampuan suatu negara mencapai tujuan negara sangat tergantung pada kualitas tata kepemerintahan di mana pemerintah melakukan interaksi dengan sektor swasta dan masyarakat (Thoha; 2000, 12).
Konsep governance tidak sekedar melibatkan pemerintah dan negara, tetapi juga peran berbagai aktor di luar pemerintah dan negara sehingga pihak-pihak yang terlibat juga sangat luas (Rochman, 2000 : 141). Sejalan dengan konsep governance tersebut, Santosa (2008:130) menegaskan bahwa dalam tatanan pengelolaan kepemerintahan, ada tiga pilar governance, yaitu pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
Governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor Negara dan sektor nonpemerintah dalam suatu kegiatan kolektif (Rochman, 2000:142). Pinto (dalam Widodo, 2008:107) mengatakan bahwa governance adalah praktek penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah dalam pengelolaan urusan pemerintahan secara umum dan pembangunan ekonomi pada khususnya.
Lembaga Administrasi Negara (2000:1) mengartikan governance sebagai proses penyelenggaraan kekuasaan negara/pemerintah dalam melaksanakan penyediaan public goods and services. Lebih lanjut, LAN (2000:5) menegaskan bahwa dilihat dari segi functional aspect, governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan, atau sebaliknya.
Dalam pengertian yang lebih kompleks, United Nations Development Programme (UNDP), mengemukakan “governance is defined as the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation’s affairs”. Kepemerintahan diartikan sebagai pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi dan administrative untuk me-manage urusan-urusan bangsa. Lebih lanjut, UNDP juga menegaskan “it is the complex mechanisms, process, relationships and institutions through which citizens and groups articulate their interests, exercise their rights and obligations and mediate their differences” . pemerintahan adalah suatu institusi, mekanisme, proses, dan hubungan yang kompleks sebagai jalan bagi warga Negara (citizens) dan kelompok-kelompok yang mengartikulasikan kepentingannya, melaksanakan hak dan kewajibannya, dan menengahi atau menfasilitasi perbedaan-perbedaan di antara mereka (Widodo, 2008:108).
Pengertian governance yang dikemukakan oleh UNDP tersebut, menurut Lembaga Administrasi Negara (2000:5) mempunyai tiga kaki yaitu economic, politic, dan administrative. Economic governance mencakup proses pembuatan keputusan yang mempengaruhi aktivitas ekonomi negara atau berhubungan dengan ekonomi lainnya baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Olehnya itu, economic governance memiliki pengaruh atau implikasi terhadap equity, poverty, dan quality of life. Political governance merujuk pada proses pembuatan keputusan dan implementasi kebijakan suatu negara/pemerintah yang legitimate dan authoritative. Karena itu, negara terdiri atas tiga cabang pemerintahan yang terpisah, yaitu legislative, eksekutif, dan yudisial yang mewakili kepentingan politik pluralis dan membolehkan setiap warga negara memilih secara bebas wakil-wakil mereka. Administrative governance adalah system implementasi kebijakan yang melaksanakan sektor publik secara efisien, tidak memihak, akuntabel, dan terbuka.
Dari uraian tersebut, maka unsur utama yang dilibatkan dalam penyelenggaraan kepemerintahan menurut UNDP terdiri atas tiga macam, yaitu the state (negara/pemerintah), the private sector (swasta), dan civil society organization (organisasi masyarakat). Hubungan di antara ketiga unsur utama dalam penyelenggaraan governance tentunya saling mempengaruhi, saling membutuhkan, atau bahkan saling ketergantungan dalam upaya mewujudkan kepemerintahan yang baik (Widodo, 2008:110)
Berdasarkan batasan definitif di atas, dapat disimpulkan bahwa  pengertian governance adalah suatu proses interaksi yang setara, selaras, dan seimbang antara domain di dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, politik, dan administrasi. Konsekuensi interaksi antar domain ini  menyebabkan bergesernya pola pelayanan sektor publik ke sektor swasta yang sering disebut privatisasi atau swastanisasi.
Konsep good governance sejak tahun 1991 dipromosikan oleh beberapa agensi multilateral dan bilateral seperti JICA, OECD, GTZ (Keban ; 2000, 52). Mereka memberikan tekanan pada beberapa indikator, antara lain : (1) demokrasi, desentralisasi dan peningkatan kemampuan pemerintah; (2) hormat terhadap hak asasi manusia dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku; (3) partisipasi rakyat; (4) efisiensi, akuntabilitas, transparansi dalam pemerintah dan administrasi publik; (5) pengurangan anggaran militer; dan (6) tata ekonomi yang berorientasi pasar. OECD dan World Bank (LAN; 2000, 6) mensinonimkan good governance dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang langka, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frameworks bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan. Sedangkan UNDP dalam workshop yang diselenggarakannya (Widodo; 2001, 24) menyimpulkan “that good governance system are participatory, implying that all members of governance institutions have a voice in influencing decision making”. Namun dalam perkembangan berikutnya lembaga ini (LAN; 2000, 7) memberikan definisi good governance sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara negara, sektor swasta dan masyarakat (society).   
Lembaga Administrasi Negara (2000, 6) medefinisikan good governance sebagai penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif  dengan menjaga “kesinergisan” interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat (society). Pada tataran ini, good governance berorientasi pada 2 (dua) hal pokok, yakni : Pertama, orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Pada tataran ini, good governance mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen-elemen konstituennya, seperti legitimacy, accountability, scuring of human right, autonomy and devolution of power dan assurance of civilian control; Kedua, pemerintahan yang berfungsi secara ideal yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Dalam konteks ini, good governance tergantung pada sejauh mana struktur serta mekanisme politik dan administratif berfungsi secara efektif dan efisien.
Dari beberapa pengertian good governance di atas, maka dapat diidentifikasi indikator-indikator yang terkandung didalamnya, yang merupakan prinsip dasar menurut UNDP (LAN; 2000, 7) sebagai berikut :
·        Participation ; Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun secara intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar keabsahan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
·        Rule of law ; Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak azasi manusia.
·        Transparancy ; Transparansi dibangun atas dasar keabsahan arus informasi. Proses-proses, lembaga dan informasi yang secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.
·        Responsive ; Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders.
·        Consensus Orientation ; Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.
·        Equity ; Semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.
·        Effectiveness and effeciency ; Proses-proses dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.
·        Accountability ; Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.
·        Strategic vision ; Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif  good governance dan pengembangan yang luas dan jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.
Hal yang senada juga dikemukakan oleh Santosa (2008:131), bahwa syarat bagi terciptanya good governance , yang merupakan prinsip dasar, meliputi Partisipatoris, Rule of law (penegakan hukum), Transparansi, Responsiveness (daya tanggap), Konsensus, Persamaan hak, Efektivitas dan Efisiensi, dan Akuntabilitas.
Partisipatoris; setiap pembuatan peraturan atau kebijakan selalu melibatkan unsur  masyarakat (melalui wakil-wakilnya).  Rule of law; harus ada perangkat hukum yang menindak para pelanggar, menjamin perlindungan HAM, tidak memihak, berlaku pada semua warga.  Transparansi; adanya ruang kebebasan untuk memperoleh informasi publik bagi warga yang membutuhkan (diatur oleh undang-undang). Ada ketegasan antara rahasia negara dengan informasi yang terbuka untuk publik.  Responsiveness; lembaga publik harus mampu merespon kebutuhan masyarakat, terutama yang berkaitan dengan “basic needs” (kebutuhan dasar) dan HAM.  Konsensus; jika ada perbedaan kepentingan yang mendasar di dalam masyarakat, penyelesaian harus mengutamakan cara dialog/musyawarah menjadi konsensus.  Persamaan hak; pemerintah harus menjamin bahwa semua pihak, tanpa terkecuali, dilibatkan di dalam proses politik, tanpa ada satu pihak pun yang dikesampingkan.  Efektivitas dan efisiensi; pemerintah harus efektif (absah) dan efisien dalam memproduksi output berupa aturan, kebijakan, pengelolaan keuangan negara, dan lain-lain.  Akutabilitas; suatu perwujudan kewajiban dari suatu instansi pemerintahan untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misinya. Implementasi akuntabilitas dilakukan melalui pendekatan strategis, yang akan mengakomodasi perubahan-perubahan cepat yang ternjadi pada organisasi dan secepatnya menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, sebagai antisipasi terhadap tuntutan pihak-pihak yang berkepentingan. 
Nilai yang terkandung dari pengertian beserta karakteristik good governance tersebut di atas merupakan nilai-nilai yang universal sifatnya dan sesuai dengan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam GBHN 1999 – 2004, karena itu diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna dan berhasil guna. Kondisi semacam ini perlu adanya akuntabilitas dan tersedianya akses yang sama pada informasi bagi masyarakat luas.  Hal ini merupakan fondasi legitimasi dalam sistem demokrasi, mengingat prosedur dan metode pembuatan keputusan harus transparan agar supaya memungkinkan terjadinya partisipasi efektif. Kondisi semacam ini mensyaratkan bagi siapa saja yang terlibat dalam pembuatan keputusan, baik itu pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat, harus bertanggung jawab kepada publik serta kepada institusi stakeholders. Disamping itu, institusi governance harus efisien dan efektif dalam melaksanakan fungsi-fungsinya, responsif terhadap kebutuhan masyarakat, memberikan fasilitas dan peluang ketimbang melakukan kontrol serta melaksanakan peraturan perundang-undanganan yang berlaku.
Implementasi dari semua indikator good governance tersebut, sangat dibutuhkan sebagai syarat bagi terciptanya pemerintahan yang baik (good governance) serta pemerintahan yang bersih (clean government). Dalam mengimplementasikan indikator di atas, maka salah satu yang dibutuhkan agar dapat mewujudkan kepemerintahan yang baik adalah kreativitas pemimpin dalam melaksanakan fungsi atau peranannya, melalui pola kepemimpinan yang demokratis yang senantiasa menciptakan sinergi antar berbagai elemen pembangunan secara optimal.
            Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid yang bertanggung jawab, serta efisien dan efektif dengan menjaga kesinergisan, interaksi yang positif diantara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat atau civil society organization.